Kamis, 29 September 2011

psikologi lintas budaya

PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA


Nama        : Arif Bachtiar
NPM         : 16509223
Kelas        : 3PA05
Mata Kuliah : Psikologi Lintas Budaya

UNIVERSITAS GUNADARMA
2011-2012


1.      Pengertian Psikologi Lintas Budaya
     Budaya dalam kehidupan manusia adalah hal yang dekat dan melekat padanya. Budaya merupakan hasil karya manusia, lahir untuk manusia dalam mengatur dan mendukung kehidupannya. Tujuan menjadikan kehidupan ini menjadi lebih baik adalah keadaan akhir yang diinginkan tersebut. Kelly mendefinisikan budaya sebagai bagian yang terlibat dala7hm proses harapan-harapan yang dipelajari/dialami. Orang-orang yang memiliki kelompok budaya yang sama akan mengembangkan cara-cara tertentu dalam mengonstruk peristiwa-peristiwa, dan mereka pun mengembangkan jenis-jenis harapan yang sama mengenai jenis-jenis perilaku tertentu.
     Budaya telah menjadi perluasan topik ilmu psikologi di mana mekanisme berpikir dan bertindak pada suatu masyarakat kemudian dipelajari dan diperbandingkan terhadap masyarakat lainnya. Psikologi lintas budaya adalah cabang dari psikologi yang (terutama) menaruh perhatian pada pengujian berbagai kemungkinan batas-batas pengetahuan dengan mempelajari orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda. Di dalam kajiannya, terdapat pula paparan mengenai kepribadian individu yang dipandang sebagai hasil bentukan sistem sosial yang di dalamnya tercakup budaya.  Adapun kajian lintas budaya merupakan pendekatan yang digunakan oleh ilmuan sosial dalam mengevaluasi budaya-budaya yang berbeda dalam dimensi tertentu dari kebudayaan. Psikologi Lintas Budaya ini muncul sebagai respon terhadap teori psikologi yang dikembangkan di Barat dalam satu kebudayaan bersifat universal. Padahal manusia diciptakan tidak bersifat universal melainkan bersifat lokal, hidup bersuku-suku dan berbangsa-bangsa dan memiliki budaya sendiri. Oleh karena itu Psikologi Lintas Budaya ini membahas tentang konsep psikologi lintas budaya, ruang lingkup psikologi lintas budaya, pewarisan dan perkembangan budaya, budaya dan diri, perilaku sosial, emosi, kepribadian, kognisi, persepsi, akulturasi budaya, dan kelompok-kelompok etnik.

2.      Tujuan Mempelajari Psikologi Lintas Budaya
Tujuan dari kajian psikologi Lintas Budaya adalah mencari persamaan dan perbedaan dalam fungsi-fungsi individu secara psikologis, dalaam berbagai budaya dan kelompok etnik.


3.      Hubungan Psikologi Lintas Budaya dengan Ilmu lain
Kajian Psikologi lintas budaya menaruh perhatian pada pengujian berbagai kemungkinan batas-batas pengetahuan dengan mempelajari orang-orang baik individu maupun masyarakat dari berbagai budaya yang berbeda.
Psikologi budaya mencoba mempelajari bagaimana faktor budaya dan etnis mempengaruhi perilaku manusia.
Psikologi Sosial mempelajari tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan masyarakat sekitarnya.
Ruang Lingkup Antropologi psikologi sama dengan pengakajian secara psikologi lintas budaya (cross cultural) mengenai kepribadian dan sistem sosial budaya. Meliputi masalah-masalah sebagai berikut :
A. Hubungan struktur sosial dan nilai-nilai budaya dengan pola pengasuhan anak pada umumnya.
B. Hubungan antara struktur kepribadian rata dengan sistem peran (role system) dan aspek proyeksi dari dari kebudayaan.

4.      Etnosentrisme dalam Psikologi Lintas Budaya
      Etnosentrisme secara formal didefinisikan sebagai pandangan bahwa kelompok atau budaya sendiri adalah pusat segalanya dan budaya lain akan selalu dibandingkan dan dinilai sesuai dengan standar budaya sendiri.  Etnosentrisme membuat kebudayaan diri sebagai patokan dalam mengukur baik buruknya, atau tinggi rendahnya dan benar atau ganjilnya kebudayaan lain  dalam proporsi kemiripannya dengan kebudayaan sendiri, adanya. kesetiakawanan yang kuat dan tanpa kritik pada kelompok etnis atau bangsa sendiri disertai dengan prasangka terhadap kelompok etnis dan bangsa yang lain. Orang-orang yang berkepribadian etnosentris cenderung berasal dari kelompok masyarakat yang mempunyai banyak keterbatasan baik dalam pengetahuan, pengalaman,  maupun komunikasi.
     
5.      Persamaan dan perbedaan antara budaya dalam hal transmisi budaya melalui  enculturasi dan Sosialisasi.
     Berbagai peranan harus dipelajari oleh anak (individu anggota masyarakat) melalui proses sosialisasi; adapun mengenai kebudayaan perlu dipelajarinya melalui enkulturasi. Jika anak tidak mengalami sosialisasi dan/atau enkulturasi, maka ia tidak akan dapat berinteraksi sosial, ia tidak akan dapat melakukan tindakan sosial sesuai status dan peranannya serta kebudayaan masyarakatnya.
      enkulturasi adalah suatu proses dimana individu belajar cara berpikir, cara bertindak, dan merasa yang mencerminkan kebudayaan masyarakatnya. Herkovits menyatakan bahwa sosialisasi menunjukkan proses pengintegrasian individu ke dalam sebuah kelompok sosial, sedangkan enkulturasi adalah proses perolehan kompetensi budaya untuk hidup sebagai anggota kelompok
6.      Persamaan dan perbedaan antar budaya Melalui Perkembangan Moral
Perkembangan sosial merupakan proses perkembangan kepribadian siswa selaku seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat. Perkembangan merupakan suatu proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pembentukan pribadi dalam keluarga, bangsa dan budaya. Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan moral, sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial. Seorang siswa hanya akan berperilaku sosial tertentu secara memadahi apabila menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan untuk menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan.
proses perkembangan sosial dan moral selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial), baik dilingkungan sekolah, keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses belajar sangat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang berlaku dalam masyarakat.
Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin yaitu mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan.
Tokoh yang membahas mengenai moral yaitu Kohlberg (Orang kultur Barat yang terdidik, elit, berkulit putih, dan pria) memandang otonomi dan keadilan individu sebagai nilai moral yang utama. Ia bahkan menyamakan moralitas dengan keadilan (dengan mengabaikan nilai moral lain seperti keberanian, pengendalian-diri, empati, dll.). Para anggota kelas pekerja dan kelas pedesaan, bagaimanapun, cenderung untuk memiliki pendekatan yang lebih  komunitarian terhadap hidup. Namun ada tokoh lain yang mengeritik Kohlberg salah satunya dalam hal budaya. Berkritik pemahaman moral lebih bersifat budaya dan sistem penilaian Kohlberg tidak mengenali pemahaman moral yang lebih tinggi pada kelompok budaya tertentu. Contoh pemahaman moral yang tidak diukur oleh system Kohlberg adalah nilai-nilai yang berhubungan dengan kesetaraan komunal dan kebahagiaan kolektif seperti di Israel, kemanunggalan dan kekeramatan segala aspek kehidupan di India. Kohlberg tidak bisa mengukur hal-hal tersebut diatas karena teori kohlberg tidak menekankan hak individu dan prinsip-prinsip abstrak tentang keadilan. Kesimpulan, pemahaman moral lebih dibentuk oleh nilai dan keyakinan dalam sebuah budaya.

7.      Persamaan dan perbedaan antar budaya Melalui Perkembangan Remaja
Saat ini pengaruh budaya barat tidak hanya sebatas cara berpakaian, pergaulan, tapi juga di bidang pendidikan dan gaya hidup. Subjek yang paling terpengaruh adalah remaja. Bahkan bagi sebagian remaja, gaya hidup barat merupakan suatu kewajiban dalam pergaulan. Tanpa disadari, para remaja telah memadukan kebudayaan dengan pergaulan dalam aspek kehidupan mereka. Pada dasarnya remaja memiliki semangat yang tinggi dalam aktivitas yang digemari. Mereka memiliki energi yang besar, yang dicurahkannya pada bidang tertentu, ide-ide kreatif terus bermunculan dari pikiran mereka. Selain itu, remaja juga memiliki rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Untuk menuntaskan rasa ingin tahunya, mereka cenderung menggunakan metode coba-coba. Sebagai contoh, ketika berkembang sistem belajar yang menyenangkan atau disebut Quantum Learning, remaja cenderung mencoba hal tersebut. Namun hal ini tidak terbatas hanya pada budaya yang bersifat positif, tapi juga pada budaya negatif. Misalnya, ketika berkembang budaya “clubbing” di kota-kota besar, sebagian besar remaja marasa tertarik untuk mencoba, sehingga ketika sudah merasakan kelebihannya, perbuatan itu terus dilakukan.
Selanjutnya yang kedua ialah faktor eksternal. Keluarga berperan penting dalam membimbing remaja untuk menentukan yang baik atau tidak untuk dilakukan. Orang tua memegang peranan utama didalam sebuah keluarga. Segala tindakanya akan berpengaruh besar terhadap perkembangan fisik dan psikis anak. Remaja dengan orang tua yang memperhatikan mereka cenderung dapat memilah pergaulan yang berdampak positif atau negatif bagi mereka. Kemudian, lingkungan turut mempengaruhi pergaulan. Ini cenderung berkembang pesat di kota-kota besar. Kondisi kota besar yang cepat mendapatkan informasi baru, menyebabkan para remaja lebih mudah terpengaruh. Ditambah dengan sistem hidup yang terbuka terhadap budaya asing. Namun, Faktor yang paling mempengaruhi remaja dalam mengadaptasi pergaulan itu ialah teman. Bagi sebagian besar remaja, teman memiliki posisi yang lebih penting daripada orang tua. Teman merupakan tempat berbagi kesedihan dan kebahagiaan, tempat mencurahkan rahasia-rahasia dalam dirinya. Oleh karena itu, munculah suatu ikatan ketergantungan dengan teman.
Dalam perkembangannya akan muncul dampak baik yang positif maupun negatif. Dampak positifnya yaitu mengubah sistem belajar yang monoton kini telah digantikan oleh sistem pembelajaran yang disebut dengan “Enjoy Learning”. Sehingga akan dihasilkan genersai muda Indonesia yang cerdas untuk membangun bangsa. Sedangkan dampak negatifnya ialah perubahan gaya hidup yang mengadopsi budaya barat. Remaja denga gaya hidup tersebut menjalani hidup sesuai dengan keinginan mereka. Mereka menghabiskan hidupnya untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan, berpesta pora, dan menghabiskan waktu dengan sia-sia.
Dampak yang paling bahaya dari itu semua adalah pergaulan bebas. Dalam pergaulan remaja barat, hampir tidak ada “batasan” antara pria dan wanita. Pacaran yang kemudian dilanjutkan dengan pelukan, ciuman, bahkan hubungan badan merupakan hal yang biasa. Dengan adanya pengaruh dari media yang sangat kuat, pergaulan bebas mulai marak dikalangan generasi muda Indonesia.  Saat ini, hampir sebagian besar generasi muda telah kehilangan jati dirinya sebagai bangsa timur. Hal ini terjadi karena tidak ada lagi rasa bangga terhadap budaya timur.
Untuk mengantisipasi dampak tersebut, Remaja seharusnya dapat memilah dan menyaring perkembangan budaya saat ini, jangan menganggap semua pengaruh yang berkembang saat ini semuanya baik, karena belum pasti budaya barat tersebut diterima dan dianggap baik oleh Budaya Timur kita.

8.      Persamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal konfromitas, kompliance, dan obedience
     Conformity adalah proses dimana seseorang mengubah perilakunya untuk menyesuaikan dengan aturan kelompok. Compliance adalah konformitas yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat oleh umum, walaupun hatinya tidak setuju. Kepatuhan atau obedience merupakan salah satu bentuk ketundukan yang muncul ketika orang mengikuti suatu perintah langsung, biasanya dari seseorang dengan suatu posisi otoritas.
     Untuk membandingkan bagaimana conformity, compliance, dan obedience secara lintas budaya, maka telaah itu harus memusatkan perhatian pada nilai konformitas dan kepatuhan itu sebagai konstruk sosial yang berakar pada budaya. Dalam budaya kolektif, konformitas dan kepatuhan tidak hanya dipandang “baik” tetapi sangat diperlukan untuk dapat berfungsi secara baik dalam kelompoknya, dan untuk dapat berhasil menjalin hubungan interpersonal bahkan untuk dapat menikmati status yang lebih tinggi dan mendapat penilaian atau kesan positif.
9.      Persamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal nilai-nilai
     telaah lintas budaya mengenai nilai-nilai baik kemasyarakatan maupun perseorangan tergolong baru nilai merupakan gambaran yang dipegang oleh perseorangan atau secara kolektif oleh anggota kelompok, yang mana dapat diinginkan dan mempengaruhi baik pemaknaan dan tujuan tindakan diantara pilihan-pilihan yang ada.
     Dalam Psikologi Lintas Budaya nilai dimasukkan sebagai salah satu aspek dari budaya atau masyarakat. Nilai muncul menjadi ciri khas yang cenderung menetap pada seseorang dan masyarakat dan karenanya penerimaan nilai berpengaruh pada sifat kerpibadian dan karakter budaya.
10.  Persamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal Prilaku Gender
      Gender merupakan kajian tentang tingkah laku dan hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Gender berbeda dari seks atau jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis. Perbedaan pola sosialisasi ini juga berkaitan dengan beberapa faktor budaya dan faktor ekologi.
      Gender merupakan hasil konstruksi yang berkembang selama masa anak-anak sebagaimana mereka disosialisasikan dalam lingkungan mereka. Adanya perbedaan reproduksi dan biologis mengarahkan pada pembagian kerja yang berbeda antara pria dan wanita dalam keluarga. Perbedaan-perbedaan ini pada gilirannya mengakibatkan perbedaan ciri-ciri sifat dan karakteristik psikologis yang berbeda antara pria dan wanita. Faktor-faktor yang terlibat dalam memahami budaya dan gender tidak statis dan unidimensional. Keseluruhan sistem itu dinamis dan saling berhubungan dan menjadi umpan balik atau memperkuat sistem itu sendiri. Sebagai akibatnya sistem ini bukan suatu unit yang linear dengan pengaruh yang berlangsung dalam satu arah, dan semua ini diperoleh dalam kehidupan kita sendiri.
       Sebagai konsekuensinya, budaya yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula. Satu budaya mungkin mendukung kesamaan antara pria dan wanita, namun budaya lainnya tidak mendukung kesamaan tersebut. Dengan demikian budaya mendefinisikan atau memberikan batasan mengenai peran, kewajiban, dan tanggung jawab yang cocok bagi pria dan wanita.
11.  Persamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal Sosial Bermasyarakat
Masyarakat didefinisikan oleh Ralph Linton sebagai "setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas". Sejalan dengan definsi dari Ralph Linton, Selo Sumardjan mendefinisikan masyarakat sebagai “orangorang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan” (Soerjono Soekanto, 1986). Mengacu kepada dua definisi tentang masyarakat seperti dikemukakan di atas, dapat di identifikasi empat unsur yang mesti terdapat di dalam masyarakat, yaitu:
1) Manusia (individu-individu) yang hidup bersama,
2) Mereka melakukan interaksi sosial dalam waktu yang cukup lama.
3) Mereka mempunyai kesadaran sebagai satu kesatuan.
4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan,

Terdapat hubungan dan saling mempengaruhi antara individu, masyarakat dan kebudayaannya. Individu, masayarakat dan kebudayaannya tak dapat dipisahkan. Hal ini sebagaimana Anda maklumi bahwa setiap individu hidup bermasyarakat dan berbudaya, adapun masyarakat itu sendiri terbentuk dari individu-individu. Masyarakat dan kebudayaan mempengaruhi individu, sebaliknya masyarakat dan kebudayaan dipengaruhi pula oleh individu-individu yang membangunnya.

12.   Persamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal Sosial Cognitif
Kognitif diartikan sebagai kegiatan untuk memperoleh, mengorganisasikan dan menggunakan pengetahuan. Dalam psikologi, kognitif adalah referensi dari faktor-faktor yang mendasari sebuah prilaku. Kognitif juga merupakan salah satu hal yang berusaha menjelaskan keunikan manusia. Pola pikir dan perilaku manusia bertindak sebagi aspek fundamental dari setiap individu yang tak lepas dari konsep kemanusiaan yang lebih besar, yaitu budaya sebagai konstruksi sosial. Sedangkan kebudayaan (culture) dalam arti luas merupakan kreativitas manusia (cipta, rasa dan karsa) dalam rangka mempertahankan kelangsunganhidupnya. Manusia akan selalu melakukan kreativitas (dalam arti luas) untuk   memenuhi kebutuhannya (biologis, sosiolois, psikologis) yang diseimbangkan dengan tantangan, ancaman, gangguan, hambatan (AGHT) dari lingkungan alam dan sosialnya.
Ada berbagai hal yang berhubungan dengan keberadaan faktor kognisi dalam pengaruhnya terhadap lintas budaya :
a. Kecerdasan Umum
Kecerdasan umum merupakan tingakat IQ dalam suatu kebudayaan atau daerah secara umum. Menurut Mc. Shane dan Berry kecerdasan umum mempunyai suatu tinjauan yang cukup tajam terhadap terhadap tes kemampuan kognitif. Mereka menambahkan tentang deprivasi individu (kemiskinan, gizi yang rendah, dan kesehatan), disorganisasi budaya sebagai pendektan untuk melengkapi konsep G. jika disimpulkan beberapa hal yang memepengaruhi kemempuan kognitif seseorang bukanlah budaya yang ada pada lingkungan mereaka akan tetapi kemampuan ini dipengaruhi oleh faktor genetik, keadaan psikis, deprivasi individu dan disorganisasi budaya
b. Genetic epistemologi (faktor Keturunan)
Genetic Epistemologi adalah salah satu teori dari jean Piaget yang isinya adalah mengatakan bahwa adanya koherensi antara penampilankonitif saat berbagai diberikan pada seseorang. Piagetian berkembang dari penelitian yang homogen menjadi heterogen. Penelitian lintas budaya yang menggunakan paradigma ekokultural membawa kesimpulan bahwa ekologi dan faktor budaya tidak mempengaruhi hubungan antar tahap tapi mempengaruhi seberapa cepat dalam mencapainya. Perkembangan kognitif berdasarkan data tidak akan sama disetiap tempat dan kebudayaan tertentu.
c. Cara Berpikir
 Dalam pendekatan kecerdasan umum dan genetik epistemologi, cara berpikir seseorang cenderung mengarah pada aspek “bagaimana” dari pada aspek “seberapa banyak” (kemempuan) dalam kehidupan kognitifnya. Kemampuan kognitif dan model-model kognitif merupakan salah satu cara bagi sebuah suku dan anggotanya membuat kesepakatan yang efektif terhadap masalahyang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini mencari pola dari aktivitas kognitif berdasarkan asumsi universal bahwa semua proses berlaku pada semua kelompok, tetapi pengembangan dan penggunaan yang berbeda akan mengarah pada pola kemampuan yang berbeda juga.
Seorang pengembang dimensi model kognitif FDI yang bernama Within menyatakan bahwa kemampuan kognitif ini tergantung pada cara yang ditempuh untuk membuktikan pola yang dipilih. Tetapi menjelaskan pola kuyrang begitu luas cangkupannya daripada kecerdasan umum. Membangun FDI yang dimaksud adalah memperbesar kepercayaan dari individu tersebut atau menerima lingkungan fisik atau sosial yang diberikan, melakukan pekerjaan yang bertolak belakang seperti menganalisis atau membangun.
d. Contextualized coqnition (Pengamatan kontekstual)
Secara garis besar Cole dan Scriber memberikan suatu metodologo dan teori tetang kontek kognisi. Teori dan metodologi tersebut diujikan untuk penghitungan kemampuan kognitif secara spesifik dalam suatu kontek budaya dengan menggunakan kontek kognisi yang di sebut sebagai Contextualized cognition. Untuk memperkuat pendekatan mereka, cole membuat suatu studi empiris dan tunjauan terhadap literatur.

Misalnya dalam budaya timur, asumsi stabilitas kepribadian sangatlah sulit diterima. Budaya timur melihat bahwa kepribadian adalah kontekstual (contextualization). Kepribadian bersifat lentur yang menyesuaikan dengan budaya dimana individu berada. Kepribadian cenderung berubah, menyesuaikan dengan konteks dan situasi.

13.  Persamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal Individual dan Kolektivitas
A.     Individual
 Diri individual adalah diri yang fokus pada atribut internal yang sifatnya personal; kemampuan individual, inteligensi, sifat kepribadian dan pilihan-pilihan individual. Diri adalah terpisah dari orang lain dan lingkungan.  Budaya dengan diri individual mendesain dan mengadakan seleksi sepanjang sejarahnya untuk mendorong kemandirian sertiap anggotanya. Mereka didorong untuk membangun konsep akan diri yang terpisah dari orang lain, termasuk dalam kerangka tujuan keberhasilan yang cenderung lebih mengarah pada tujuan diri individu. Dalam kerangka budaya ini, nilai akan kesuksesan dan perasaan akan harga diri megambil bentuk khas individualisme. Keberhasilan individu adalah berkat kerja keras dari individu tersebut.
Budaya yang menekankan nilai diri kolektif sagat khas dengan cirri perasaan akan keterkaitan antar manusia satu sama lain, bahkan antar dirinya sebagai mikro kosmos dengan lingkungan di luar dirinya sebagai makro kosmos. Tugas utama normative pada budaya ini adalah bagaimana individu memenuhi dan memelihara keterikatannya dengan individu lain
B.     Kolektif
Dalam konstruk diri kolektif ini, nilai keberhasilan dan harga diri adalah apabila individu tersebut mampu memenuhi kebutuhan komunitas dan menjadi bagian penting dalam hubungan dengan komunitas. Individu focus pada status keterikatan mereka (interdependent), dan penghargaan serta tanggung jawab sosialnya. Aspek terpenting dalam pengalaman kesadaran adalah saling terhubung antar personal. Dalam budaya diri kolektif ini, informasi mengenai diri yang terpenring adalah aspek-aspek diri dalam hubungan.






Daftar Pustaka
Http://nurdiniamalia.files.wordpress.com/2009/05/kajian-psikologi-lintas-budaya.doc 26/09/2011

Selasa, 10 Mei 2011

psikologi timur


BAB I
PENDAHULUAN
1.1      Latar Belakang
            Sebagaimana yang kita ketahui, terdapat banyak teori kepribadian di lingkungan peradaban Barat, begitu pula terdapat banyak di peradaban psikologi Timur. Kendati terdapat perbedaan-perbedaan besar dalam hal kepercayaaan dan pandangan tentang dunia di antara agama-agama yang mengandung psikologi-psikologi Timur, namun dalam hal ini juga terdapat persamaan diatara keduanya, yakni semuanya berusaha menggambarkan kodrat pengalaman langsung sang pribadi. Dalam hal ini, segala sistemnya berkisar pada teknik-teknik meditasi yang memungkinkan orang semata-mata meneliti arus kesadarannya sendiri, dengan memberinya sejenis jendela yang netral atas aliran pengalamannya. Oleh karean itu, pada akhirnya semua psikologi Timur mengakui bahwa jalan utama ke arah transformasi diri ini adalah meditasi.
Abhidhamma telah berkembang di India selama 15 abad yang lalu, yang merupakan wawasan-wawasan dari Buddha Gautama. Budhisme sendiri berkembang menjadi beberapa aliran, diantaranya ialah Mahayana dan Hinayana. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Bhiku Nyanaponika, seorang sarjana Buddhisme modern, ”Dalam ajaran Buddhisme, pikiran merupakan titik tolak, titik pusat dan juga merupakan pemikiran yang dibebaskan dan dimurnikan oleh seorang Santo, suatu titik kulminasi” (1962, hlm. 12). 
Yang menjadi fokus studi psikologi Abbidhamma adalah serangkaian peristiwa, yakni hubungan yang terus menerus antara keadaan-keadaan jiwa dan objek-objek indera, misalnya perasaan birahi (keadaan jiwa) pada seorang wanita cantik (objek indera). Keadaan-keadaan jiwa itu selalu berubah dari momen ke momen, dan perubahan itu ternyata sangat cepat. Selain itu, yang menjadi objek psikologi Abhidhamma adalah:
1.      Penginderaan dari panca indera
2.      Pikiran-pikiran yang dianggap sebagai indera keenam
3.      Setiap keadaan jiwa terdiri atas sekumpulan sifat-sifat jiwa, yang disebut faktor-faktor jiwa. Sifat-sifat jiwa ini misalnya cinta, benci, adil, bengis, sosial, dan sebagainya.
Kebanyakan faktor jiwa perseptual, kognitif, dan afektif cocok untuk dimasukkan ke dalam kategori sehat atau tidak sehat. Penilaian tentang ”sehat” atau ”tidak sehat” dicapai secara empiris, berdasarkan pengalaman kolektif sejumlah besar petapa Bbuddhis pertama. Kriterium mengenai faktor jiwa sehat-tidak sehat adalah bahwa apakah suatu faktor jiwa khusus tertentu mempermudah atau mengganggu usaha mereka untuk mengheningkan jiwa dalam samadi (pertapaan). Dalam hal ini, faktor jiwa yang menganggu samadi disebut faktor jiwa tidak sehat. Sedangkan yang mempermudah jalannya untuk mengheningkan jiwa disebut faktor jiwa sehat.

1.2       Tujuan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas Psikologi Kepribadian 2. selain itu, untuk menambah pengetahun mengenai Psikologi Timur.

1.3       Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penulisan makalah ini ingin bagaimana pengaruh perkembangan Psikologi Timur dalam Psikologi.






BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Perkembangan Psikologi Timur
Dalam perkembangannya psikologi-psikologi Timur banyak menaruh perhatian pada alam kesadaran dan hukum-hukum yang mengatur perubahannya, psikologi ini juga mengandung teori-teori kepribadian yang cukup jelas. Tujuan dari psikologi-psikologi Timur adalah mengubah kesadaran seseorang agar mampu melampaui batas-batas yang diciptakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang membentuk kepribadian orang itu. Dalam hal ini, setiap tipe kepribadian perlu mengatasi hambatan-hambatan yang berbeda untuk membebaskan diri dari batas-batas ini.  
Disamping itu, pendekatan psikologi-psikologi Asia didasarkan pada introspeksi dan pemeriksaan diri sendiri yang menuntut banyak energi, berbeda dengan psikologi-psikologi Barat yang lebih bersandar pada observasi tingkah laku. Gardner dan Louis Murphy (1968) menyimpulkan bahwa psikologi-psikologi itu pada hakikatnya merupakan suatu reaksi terhadap kehidupan yang dilihat sebagai penuh dengan penderitaan dan kekecewaan. Cara umum untuk mengatasi penderitaan yang dianjurkan oleh psikologi-psikologi ini adalah disiplin dan kontrol diri, yang dapat memberikan kepada orang yang mengupayakannya “suatu perasaan ekstase yang tak terbatas dan hanya dapat ditemukan dalam diri yang bebas dari pamrih-pamrih pribadi”. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa, minat psikologis  di Timur dan Barat “berpadu dengan sangat cepat”.
 Selain itu, Alan Watts dalam ”Psychotherapy East and West” (1961) mengakui bahwa apa yang disebutnya “cara-cara pembebasan Timur” adalah mirip dengan psikoterapi Barat, yakni bahwa keduanya bertujuan mengubah perasaan-perasaan orang terhadap dirinya sendiri serta hubungannya dengan orang-orang lain dan dunia alam. Sebagian besar terpai-terapi Barat menangani orang-orang yang mengalami gangguan; sedangkan disiplin-disiplin Timur menangani orang-orang yang normal dan memilih penyesuaian sosial yang baik. Meskipun demikian, Watts melihat bahwa tujuan dari cara-cara pembebasan itu cocok dengan tujuan terapeutik sejumlah teoritikus, khususnya individuasi dari Jung, aktualisasi diri dari Maslow, otonomi fungsional dari Allport, dan diri yang kreatif dari Adler.
Pernyataan Sutich (1969) :

psikologi Transpersonal adalah nama yang diberikan untuk suatu Mahzab yang tengah bangkit dalam bidang psikologi oleh suatu kelompok… yang tertarik pada kapasitas-kapasitas dan potensipotensi dasar pada manusia yang tidak mendapatkan tempat sistematik dalam… teori behavioristik (“mahzab pertama”), teori psikoanalistik klasik (“mahzab kedua”), atau psikologi humanistic (“mahzab ketiga”). Kemudian Psikologi Transpersonal yang tengah timbul ini (“mahzab keempat”) secara khusus berbicara mengenai… nilai-nilai dasar, kesadaran yang mempersatukan, pengalaman-pengalaman puncak, ekstase, pengalaman mistik, perasaan terpersona, ada, aktualisasi diri, hakikat, kebahagiaan, keajaiban, arti dasar, transpendensi diri, roh, ketunggalan, kesadaran kosmik… dan konsep-konsep, pengalamanpengalaman, serta aktivitas-aktivitas yang berhubungan.

Selain itu, Richard Alpert atau yang lebih dikenal dengan Ram Dass pun berpendapat bahwa meditasi dan latihan-latihan rohani lainnya dapat menghasilkan jenis perubahan kepribadian terapeutik yang tidak dapat dihasilkan oleh obat-obat bius. Ia juga menekankan pada pentingnya pertumbuhan rohani, dan kekosongan hidup jika dijalani tanpa kesadaran rohani.
Pengaruh penting Psikologi Timur terhadap sejarah perkembangan Psikologi secara umum dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Pemikiran, tradisi intelektual dan religius Daerah Timur yang terkadang lebih kompleks dan bervariasi daripada Dunia Barat membawa kemajuan yang baru bagi perkembangan intelektual, yang kemudian diwujudkan dengan penemuan-penemuan kembali tulisan-tulisan kuno oleh ilmuwan-ilmuwan Daerah Timur.
2. Ketertarikan terhadap filsuf-filsuf kuno maupun modern dari Asia dan sistem kepercayaannya, hingga sekarang semakin memperluas dan mempertanyakan asumsi-asumsi di balik studi tentang human process.

2.1       Psikoogi Timur
            A. abhidharmma
            Dalam Abhidhamma, kata ”kepribadian” sangat serupa dengan konsep atta, atau diri (self) menurut konsep Barat. Bedanya, menurut asumsi dasar Abhidhamma tidak ada diri yang bersifat kekal atau abadi, yang ada hanyalah sekumpulan proses impersonal yang timbul dan menghilang. Yang tampak sebagai kepribadian terbentuk dari perpaduan antara proses-proses impersonal ini. Dalam hal ini, apa yang kelihatan sebagai ”diri” tidak lain adalah bagian jumlah keseluruhan  dari bagian-bagian tubuh, yakni pikiran, penginderaan, hawa nafsu, dan sebagainya. Satu-satunya benang yang bersinambungan atau bersambung-menyambung dalam jiwa adalah bhava, yakni kesinambungan kesadaran dari waktu ke waktu.
Menurut Abhidhamma, kepribadian manusia sama seperti sungai yang memiliki bentuk yang tetap, seolah-olah satu identitas, walaupun tidak setetes air pun tidak berubah seperti pada momen sebelumnya. Dala pandangan ini, ”tidak ada aktor yang mampu terlepas dari aksi, tidak ada orang yang mengamati mampu terlepas dari persepsi dan tidak ada subjek sadar di balik kesadaran” (Van Aung, 1972, hlm. 7). Dalam kata-kata Buddha (Samyutta-Nikaya, 1972, 135):
Yang menjadi fokus studi psikologi Abbidhamma adalah serangkaian peristiwa, yakni hubungan yang terus menerus antara keadaan-keadaan jiwa dan objek-objek indera, misalnya perasaan birahi (keadaan jiwa) pada seorang wanita cantik (objek indera). Keadaan-keadaan jiwa itu selalu berubah dari momen ke momen, dan perubahan itu ternyata sangat cepat. Selain itu, yang menjadi objek psikologi Abhidhamma adalah:
1.      Penginderaan dari panca indera
2.      Pikiran-pikiran yang dianggap sebagai indera keenam
3.      Setiap keadaan jiwa terdiri atas sekumpulan sifat-sifat jiwa, yang disebut faktor-faktor jiwa. Sifat-sifat jiwa ini misalnya cinta, benci, adil, bengis, sosial, dan sebagainya.
Macam-Macam Faktor Jiwa
Mengenai faktor-faktor jiwa dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yakni:
1.      Kusula   : berarti murni, baik, sehat.
2.      Akusula : berarti tidak murni, tidak baik, tidak sehat
Kebanyakan faktor jiwa perseptual, kognitif, dan afektif cocok untuk dimasukkan ke dalam kategori sehat atau tidak sehat. Penilaian tentang ”sehat” atau ”tidak sehat” dicapai secara empiris, berdasarkan pengalaman kolektif sejumlah besar petapa Bbuddhis pertama. Kriterium mengenai faktor jiwa sehat-tidak sehat adalah bahwa apakah suatu faktor jiwa khusus tertentu mempermudah atau mengganggu usaha mereka untuk mengheningkan jiwa dalam samadi (pertapaan). Dalam hal ini, faktor jiwa yang menganggu samadi disebut faktor jiwa tidak sehat. Sedangkan yang mempermudah jalannya untuk mengheningkan jiwa disebut faktor jiwa sehat.
Selain faktor-faktor jiwa sehat dan tidak sehat, terdapat juga tujuh sifat netral yang ada dalam setiap keadaan jiwa, yakni:
§         Phasa              :  appersepsi, adalah kesadaran semata-mata ke suatu objek
§         Sanna              : persepsi, adalah pengenalan pertama bahwa kesadaran semata-mata pada suatu objek yang tersebut termasuk dalam salah satu indera. Misalnya: penglihatan, pendengaran, dan sebagainya
§         Cetana            : kemauan, yakni reaksi terkondisi yang menyertai suatu objek
§         Vedana            : perasaan, aneka penginderaan yang dibangkitkan oleh objek itu
§         Ekaggata        : keterarahan kepada suatu titik, yakni pemusatan kesadaran
§         Manasikara     : perhatian spontan, yakni pengarahan perhatian yang tidak disengaja karena daya tarik dari suatu objek
§         Jivitindriya      : energi psikis, yang memberi vitalitas dan mempersatukan keenam faktor jiwa lainnya. (Hall, p. 241).
1.  Faktor-faktor Jiwa Tidak Sehat
Faktor-faktor yang menyebabkan keadaan jiwa menjadi kaku dan tidak fleksibel. Apabila faktor-faktor negatif ini menonjol, maka jiwa dan tubuh seseorang cenderung menjadi lamban.
2. Faktor-faktor Jiwa Sehat 
            Setiap faktor yang tidak sehat ditentang oleh suatu faktor yang sehat. Dalam hal ini, cara untuk mencapai keadaan jiwa yang sehat adalah menggantikan faktor-faktor yang tidak sehat dengan kutub sebaliknya. Prinsip ini mirip dengan ”reciprocal inhibition” (hambatan timbal balik)yang digunkan dalam ”systematic desentization”, dimana pengendoran (relaxation) menghambat lawan fisiologisnya, yakni tegangan (Wolpe, 1958). Untuk setiap faktor sehat tertentu ada dalam suatu keadaan jiwa, maka faktor tidak sehat yang ditekannya tidak akan dapat muncul.
Faktor-faktor yang tidak sehat
Faktor-faktor yang sehat
Perseptual /kognitif :
Delusi
Pandangan yang salah
Sikap tak tahu malu
Kecerobohan
Egoisme
Pemahaman (Insight)
Sikap penuh perhatian
Sikap rendah hati
Sikap penuh hati-hati
Kepercayaan
Afektif :
Keresahan
Ketamakan
Kemuakan
Iri hati
Kekikiran
Kekhawatiran
Pengerutan / konstraksi
Kebekuan
Kebingungan
Ketenangan
Ketidakteraturan
Ketidak-muakan
Kenetralan
Kegembiraan
Fleksibilitas
Kesanggupan menyesuaikan diri
Kecakapan
Kejujuran

2.2       Psikologi Transpersonal
Secara harafiah kata transpersonal berasal dari kata trans yang artinya melewati, dan kata personal yang artinya pribadi. Transpersonal dalam banyak literatur berarti melewati atau melalui “topeng”, dengan kata lain melewati tingkat personal.

Psikologi Transpersonal dikembangkan pertama kali oleh para ahli yang sebelumnya mengkaji secara mendalam bidang humanistik seperti Abraham Maslow, C.G. Jung, Victor Frankl, Antony Sutich, Charles Tart dan lainnya. Dengan melihat dari para tokoh awalnya maka dapat diketahui bahwa psikologi transpersonal merupakan turunan langsung dari psikologi humanistik. Yang membedakan antara psikologi humanistik dan psikologi transpersonal adalah didalam psikologi transpersonal lebih menggali kemampuan manusia dalam dunia spiritual, pengalaman puncak, dan mistisme yang dialami manusia. beberapa kalangan berpendapat bahwa bidang spiritualitas dan kebatinan hanya didominasi oleh para ahli-ahli agama dan juga praktisi mistisme, namun ternyata dalam perkembangannya, kesadaran akan hal ini dapat diaplikasikan dan dibahas dalam ilmu pasti. Pada tahun 1968 Maslow menulis saya memandang humanitik, kekuatan psikologi ke tiga menjadi transisi, persiapan menuju kearah yang lebih tinggi. Kekuatn keempat psikologi yaitu transpeesonal, transhuman, yang lebih terpusat pada kosmos, bukan pada kebutuhan dan minat manusia, yang berlngsung melmpaui batas – batas kemanusiaan, identitas, aktualisasi diri, dan keinginan-keinginan”
Psikologi transpersonal berpendapat bahwa potensi tertinggi dari individu terdapat dalam dunia spiritual yang bersifat non-fisik, hal ini ditunjukkan dengan berbagai pengalaman seperti kemampuan melihat masa depan, extrasensory perception (ESP), pengalaman mistik, pengembangan spiritualitas, pengalaman puncak, meditasi dan berbagai macam kajian yang bersifat parapsikologi atau metafisik. Dengan menyadari betul tentang keadaan manusia yang bukan hanya terletak pada dunia fisik semata dan meyakini bahwa inti terpenting dari individu terletak pada dunia spiritual yang bersifat kasat mata dan abstrak. dengan kata lain psikologi transpersonal memandang kita sebagai makhluk spiritual yang memiliki pengalaman manusia dan bukanlah manusia yang memiliki pengalaman spriritual.
Dalam perkembangannya, psikologi trans-personal telah banyak mempengaruhi psikologi pada umumnya. Jika pada era 1990an, psikologi didominasi oleh definisi sebagai “ilmu tentang perilaku manusia”, maka pada era 2000an telah berkembang menjadi “ilmu tentang pikiran dan perilaku manusia”. Gerakan baru dalam psikologi yang dikenal dengan “psikologi positif” diduga juga dipengaruhi oleh psikologi traspersonal. Konsep flow yang dikembangkan oleh Mihaly Csikszentmihalyi merupakan fenomena meditasi yang menjadi salah satu topik yang paling populer dalam psikologi transpersonal.
Psikologi transpersonal menguji beberapa konsep, yang beberapa di antaranya adalah (Walsh&Vaughan, 1993 dalam Prabowo, 2007). Pengalaman puncak, self-transcendence, optimal mental health, spiritual emergence, developmental spectrum, dan meditasi. Sementara menurut Daniels (dalam Prabowo, 2007) di antara topik-topik yang pada saat ini menjadi eksplorasi dari para psikolog transpersonal terdapat paling tidak 27 hal seperti tabel 2.































BAB III
PENUTUP

3.1     KESIMPULAN
Psikologi Timur banyak menaruh perhatian pada alam kesadaran dan hukum-hukum yang mengatur perubahannya, psikologi ini juga mengandung teori-teori kepribadian yang cukup jelas. Tujuan dari psikologi-psikologi Timur adalah mengubah kesadaran seseorang agar mampu melampaui batas-batas yang diciptakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang membentuk kepribadian orang itu. Dalam hal ini, setiap tipe kepribadian perlu mengatasi hambatan-hambatan yang berbeda untuk membebaskan diri dari batas-batas ini.  
            Dalam Abhidhamma, kata ”kepribadian” sangat serupa dengan konsep atta, atau diri (self) menurut konsep Barat. Bedanya, menurut asumsi dasar Abhidhamma tidak ada diri yang bersifat kekal atau abadi, yang ada hanyalah sekumpulan proses impersonal yang timbul dan menghilang. Keadaan-keadaan jiwa itu selalu berubah dari momen ke momen, dan perubahan itu ternyata sangat cepat. Selain itu, yang menjadi objek psikologi Abhidhamma adalah:
1.      Penginderaan dari panca indera
2.      Pikiran-pikiran yang dianggap sebagai indera keenam
3.      Setiap keadaan jiwa terdiri atas sekumpulan sifat-sifat jiwa, yang disebut faktor-faktor jiwa. Sifat-sifat jiwa ini misalnya cinta, benci, adil, bengis, sosial, dan sebagainya.
Didalam psikologi transpersonal lebih menggali kemampuan manusia dalam dunia spiritual, pengalaman puncak, dan mistisme yang dialami manusia. Psikologi transpersonal menguji beberapa konsep, yang beberapa di antaranya adalah (Walsh&Vaughan, 1993 dalam Prabowo, 2007). Pengalaman puncak, self-transcendence, optimal mental health, spiritual emergence, developmental spectrum, dan meditasi. Sementara menurut Daniels (dalam Prabowo, 2007) di antara topik-topik yang pada saat ini menjadi eksplorasi dari para psikolog transpersonal terdapat paling tidak 27 hal.

DAFTR PUSTAKA


·         http://www.hearthuman.com/?tag=psikologi-timur  27/04/201110.30
·         http://www.metasains.com/pengantar-psikologi-transpersonal/ 27/04/2011 10.45