Rabu, 27 Oktober 2010

gotong royong


Gotong royong merupakan suatu istilah asli Indonesia yang berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. GOTONG ROYONG Adalah bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama-sama menikmati hasil pekerjaan tersebut secara adil. Atau suatu usaha atau pekerjaan yang dilakukan tanpa pamrih dan secara sukarela oleh semua warga menurut batas kemampuannya masing-masing.
Di era modern ini gotong  royong sudah  mulai ditinggalkan terutama di daerah perkotaan sudah jarang lagi orang – orang bergotong royong untuk membersihkan lingkungan atau membuat jalan di lingkungan sekitar. Sedangkan di daerah pedesaan gotong royong masih sering dilakukan  karena dengan gotong  royong  rasa kebersamaan, kesatuan, dan rasa saling menolong akan terjalin lebih erat.

Untuk itu marilah kita lestarikan gotong royong yang merupakan kebudayaan asli indonesia yang mencerminkan adanya kesatuan dan kebersamaan. Selain itu gotong royong bisa menumbuhkan kesadaran dan tanggu jawab terhadap kebersamaan.

gotong royong




























Gotong royong merupakan suatu istilah asli Indonesia yang berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. GOTONG ROYONG Adalah bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama-sama menikmati hasil pekerjaan tersebut secara adil. Atau suatu usaha atau pekerjaan yang dilakukan tanpa pamrih dan secara sukarela oleh semua warga menurut batas kemampuannya masing-masing.
Di era modern ini gotong  royong sudah  mulai ditinggalkan terutama di daerah perkotaan sudah jarang lagi orang – orang bergotong royong untuk membersihkan lingkungan atau membuat jalan di lingkungan sekitar. Sedangkan di daerah pedesaan gotong royong masih sering dilakukan  karena dengan gotong  royong  rasa kebersamaan, kesatuan, dan rasa saling menolong akan terjalin lebih erat.

Untuk itu marilah kita lestarikan gotong royong yang merupakan kebudayaan asli indonesia yang mencerminkan adanya kesatuan dan kebersamaan. Selain itu gotong royong bisa menumbuhkan kesadaran dan tanggu jawab terhadap kebersamaan.

Minggu, 17 Oktober 2010

Pola asuh orang tua kepada anak

Setiap orang umumnya akan menikah dan memiliki anak. Anak adalah titipan Tuhan yang harus kita jaga dan kita didik sedemikian rupa agar setelah mereka besar dapat menjadi orang yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara serta dapar membahagiakan dan membanggakan orang tua yang telah susah payah membesarkannya dengan cina dan kasih sayang.
A. Tipe-Tipe Pola Asuh Orang Tua Kepada Anak :

1. Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh pemanja biasanya meberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak
Biasanya pola pengasuhan anak oleh orangtua semacam ini diakibatkan oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Dengan begitu anak hanya diberi materi atau harta saja dan terserah anak itu mau tumbuh dan berkembang menjadi apa.
Anak yang diasuh orangtuanya dengan metode semacam ini nantinya bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain, dan lain sebagainya baik ketika kecil maupun sudah dewasa.

2. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak dengan alasan agar anak terus tetap patuh dan disiplin serta menghormati orang-tua yang telah membesarkannya.
Anak yang besar dengan teknik asuhan anak seperti ini biasanya tidak bahagia, paranoid / selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orangtua, dan lain-lain. Namun di balik itu biasanya anak hasil didikan ortu otoriter lebih bisa mandiri, bisa menjadi orang sesuai keinginan orang tua, lebih disiplin dan lebih bertanggungjawab dalam menjalani hidup.

3. Pola Asuh Otoritatif

Pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain.

B. Beberapa Tips Cara Mendidik Anak Kita Yang Baik :

1. Baik ibu dan ayah harus kompak memilih pola asuh yang akan diterapkan kepada anak. Jangan plin-plan dan berubah-ubah agar anak tidak menjadi bingung.

2. Jadilah orangtua yang pantas diteladani anak dengan mencontohkan hal-hal positif dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai anak dipaksa melakukan hal baik yang orangtuanya tidak mau
melakukannya. Anak nantinya akan menghormati dan menghargai orang tuanya sehingga setelah dewasa akan menyayangi orangtua dan anggota keluarga yang lain.

3. Sesuaikan pola asuh dengan situasi, kondisi, kemampuan dan kebutuhan anak. Polas asuh anak balita tentu akan berbeda dengan pola asuh anak remaja. Jangan mendidik anak dengan biaya yang tidak mampu ditalangi orangtuanya. Usahakan anak mudah paham dengan apa yang kita inginkan tanpa merasa ada paksaan, namun atas dasar kesadaran diri sendiri.

4. Kedisiplinan tetap harus diutamakan dalam membimbing anak sejak mulai kecil hingga dewasa agar anak dapat mandiri dan dihormati serta diharga masyarakat. Hal-hal kecil seperti bangun tidur tepat waktu, membantu pekerjaan rumah tangga orangtua, belajar dengan rajin, merupakan salah satu bentuk pengajaran kedisiplinan dan tanggungjawab pada anak.

5. Kedepankan dan tanamkan sejak dini agama dan moral yang baik pada anak agar kedepannya dapat menjadi orang yang saleh dan memiliki sikap dan perilaku yang baik dan agamis. Anak yang shaleh akan selalu mendoakan orangtua yang telah melahirkan dan membesarkannya walaupun orangtuanya telah meninggal dunia.

6. Komunikasi dilakukan secara terbuka dan menyenangkan dengan batasan-batasan tertentu agar anak terbiasa terbuka pada orangtua ketika ada hal yang ingin disampaikan atau hal yang mengganggu pikirannya. Jika marah sebaiknya orangtua menggunakan ungkapan yang baik dan tidak langsung yang dapat dipahami anak agar anak tidak lantas menjadi tertutup dan menganggap orangtua tidak menyenangkan.

7. Hindari tindakan negatif pada anak seperti memarahi anak tanpa sebab, menyuruh anak seenaknya seperti pembantu tanpa batas, menjatuhkan mental anak, merokok, malas beribadah, menbodoh-bodohi anak, sering berbohong pada anak, membawa pulang stres dari kantor, memberi makan dari uang haram pada anak, enggan mengurus anak, terlalu sibuk dengan pekerjaan dan lain sebagainya.
Demikian yang dapat disampaikan organisasi.org pada kesempatan kali ini, semoga bermanfaat bagi kita semua.


*sumber
>>>http://organisasi.org/jenis-macam-tipe-pola-asuh-orangtua-pada-anak-cara-mendidik-mengasuh-anak-yang-baik
>>>http://blog.bukukita.com/users/warnet/?postId=6922

Sabtu, 09 Oktober 2010

prilaku agresif

Perilaku Agresif secara psikologis berarti cenderung (ingin) menyerang kepada sesuatu yang dipandang sebagai hal yang mengecewakan, menghalangi atau menghambat (KBBI: 1995: 12).
Agresif terjadi pada masa perkembangan. Perilaku agresif sebenarnya sangat jarang ditemukan pada anak yang berusia di bawah 2 tahun. Namun, ketika anak memasuki usia 3-7 tahun, perilaku agresif menjadi bagian dari tahapan perkembangan mereka dan sering kali menimbulkan masalah, tidak hanya di rumah tetapi juga disekolah. Diharapkan setelah melewati usia 7 tahun, anak sudah lebih dapat mengendalikan dirinya untuk tidak menyelesaikan masalah dengan perilaku agresif. Tetapi, bila keadaan ini menetap, maka ada indikasi anak mengalami gangguan psikologis.
Dampak utama dari perilaku agresif ini adalah anak tidak mampu berteman dengan anak lain atau bermain dengan teman-temannya. Keadaan ini menciptakan lingkaran setan, semakin anak tidak diterima oleh teman-temanya, maka makin menjadilah perilaku agresifyang ditampilkannya.
Perilaku agresif dianggap sebagai suatu gangguan perilaku bila memenuhi persayaratan sebagai berikut .
1.      Bentuk perilaku luar biasa, bukan hanya berbeda sedikit dari perilaku yang biasa. Misalnya, memukul itu termasuk perilaku yang biasa, tetapi bila setiap kali ungkapan tidak setuju dinyatakan dengan memukul, maka perilaku tersebut dapat diindikasikan sebagai perilaku agresif. Atau, bila memukulnya menggunakan alat yang tidak wajar, misalnya memukul dengan menggunakan tempat minum.
2.      Masalah ini bersifat kronis, artinya perilaku ini bersifat menetap, terus-menerus, tidak menghilang dengan sendirinya.
3.      Perilaku tidak dapat diterima karena tidak sesuai dengan norma sosial atau budaya.

Karakteristik dari masalah perilaku dan emosional ini sangat bervariasi. Berikut ini akan digambarkan karakteristik perilaku agresif menurut Masykouri (2005) :

§  Perilaku agresif dapat bersifat verbal maupun nonverbal.

Bersifat verbal biasanya lebih tergantung pada situasional bersifat nonverbal yakniperilaku agresif yang merupakan respons dari keadaan frustasi, takut atau marah dengan cara mencoba menyakiti orang lain.
Bentuk-bentuk perilaku agresif ini yang paling tampak adalah memukul, berkelahi, mengejek, berteriak, tidak mau mengikuti perintah atau permintaan, menangis atau merusak. Anak yang menunjukan perilaku ini biasanya kita anggap sebagai pengganggu atau pembuat onar. Sebenarnya, anak yang tidak mengalami masalah emosi atu perilaku juga menampilkan perilaku seperti yang disebutkan diatas, tetapi tidak sesering atau seimpulsif anak yang memiliki masalah emosi atau perilaku. Anak dengan perilaku agresif biasanya mendapatkan masalah tambahan seperti tidak terima oleh teman-temannya (dimusuhi, dijauhi, tidak diajak bermain) dan dianggap sebagai pembuat masalah oleh guru. Perilaku agresif semacam itu biasanya diperkuat dengan didapatkan penguatan dari lingkungan berupa status, dianggap hebat oleh teman sebaya, atau didapatkannya sesuatu yang diinginkan, termasuk melihat temannya menangis saat dipukul olehnya.

§  Perilaku agresif merupakan bagian dari perilaku antisosial.

Perilaku anti sosial sendiri mencakup berbagai tindakan seperti tindakan agresif, ancaman secara verbal terhadap orang lain, perkelahian, perusakan hak milik, pencurian, suka merusak (vandalis), kebohongan, pembakaran, kabur dari rumah, pembunuhan dan lain-lain. Menurut buku panduan diagnostik (dalam Masykouri, 2005: 12.4) untuk gangguan mental, seseorang dikatakan mengalami gangguan perilaku antisosial (termasuk agresif) bila tiga di antara daftar perilaku khusus berikut terdapat dalam seseorang secara bersama-sama paling tidak selama enam bulan. Perilaku tersebut sebagi berikut.
1.      Mencuri tanpa menyerang korban lebih dari satu kali.
2.      Kabur dari rumah semalam paling tidak dua kali selama tinggal di rumahorang tua.
3.      Sering berbohong.
4.      Dengan sengaja melakukan pembakaran.
5.      Sering bolos sekolah.
6.      Memasuki rumah, kantor, mobil, orang lain tanpa izin.
7.      Mengonarkan milik oranglain dengan sengaja.
8.      Menyiksa binatang.
9.      Menggunakan senjata lebih dari satu kali dalam perkelahian.
10.  Sering memulai berkelahi.
11.  Mencuri dengan menyerang korban.
12.  Menyiksa orang lain.
Meskipun dari ciri-ciri tersebut tampaknya sangat jarang dilakukan anak usia sekolah, namun sebagai orang tua khususnya pendidik, perlu mewaspadai agar perilaku-perilaku tersebut jangan sampai muncul ketika anak beranjak remaja atau masa perkembangan remaja. Jadi seorang pendidik perlu jeli untuk mengenali gejala perilaku yang tidak umum pada anak didiknya sedini mungkin, sehingga kasus tersebut dapat ditangani lebih awal.
Sumber :

Minggu, 03 Oktober 2010

PSIKOLOGI TEORI-TEORI MOTIVASI

Dalam  ilmu pengetahuan psikologi kita sering mendengar istilah motivasi. Motivasi adalah dorongan yang dirasakan seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi tersebut dapat berasal dari dalam maupun dari luar diri seseorang. Morgan (1986) dalam bukunya Introduction To Psychology, ada tiga kelompok teori motivasi yang terkenal seperti:
1. Teori Drive
Teori “drive” bisa di artikan sebagai “teori-teori dorongan tentang motivasi” : perilaku didorong kearah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang. Secara umum, teori-teori drive mengatakan hal berikut : ketika keadaan dorongan internal muncul, individu didorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yan akan mengurangi intensitas keadaan yang didorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Tokoh dari teori drive frued.
2. Teori-Teori Insentif
Ada sesuatu tentang tujuan itu sendiri yang memotivasi perilaku. teori insentif merupakan “teori-teori dorongan” tentang motivasi. Karena ciri-ciri tertentu yang mereka miliki, objek tujuan mendorong perilaku kearah tujuan tersebut. Objek-objek tujuan yang memotivasi perilaku disebut dengan insentif. Satu bagian penting dari banyak teori insentif adalah bahwa individu-individu mengharapkan kesenangan dari pencapaian dari apa yang mereka sebut dengan insentif positif dan dari penghindaraan dari apa yan disebut dengan insentif negatif. Contoh insentif yang paling umum dan paling dikenal oleh anak-anak misalnya jika anak naik kelas akan dibelikan sepeda baru oleh orangtua, maka anak belajar dengan tekun untuk mendapatkan sepeda baru.
3. Teori-Teori Proses
Teori oponen proses (proses melawan) mengambil suatu pandangan hedonistik tentang motivasi. Tetapi ini adalah hanya suatu permulaan karena teori itu mempunyai beberapa hal yang menarik untuk dikatakan tentang apa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Karena apa yang dikatakan dalam teorinya berkisar tentang “apa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan”, teori ini mungkin juga diklasifikasikan dalam teori tentang emosi.
Dasar teori ini adalah pengamatan bahwa banyak keadaan motivasi-emosi diikuti oleh keadaan yang bertentangan atau berlawanan. Contohnya anak mau belajar karena ia tidak  ditinggal ibunya ke pasar/supermarket.  Dari uraian di atas, dapat diasumsikan anak yang malas tidak merasa adanya insentif yang menarik bagi dirinya dan ia pun tidak merasakan perasaan menyenangkan dari belajar.
4. Teori-Teori Tingkat Optimum
Teori-teori tingkat optimum disebut juga just right theory (teori-teori yang baik-baik saja). Individu dimotivasi untuk berperilaku dalam suatu cara untuk mencapai tingkat dorongan (arousal) yang optimum. Contohnya, jika dorongan tersebut terlalu rendah, seseorang akan mencari tegangan untuk menaikan dorongan tersebut, begitu pula sebaliknya jika dorongan terlalu tinggi, seseorang akan berperilaku kearah penurunan dorongan. Bayangan diri anda sendiri dalam situasi banyak tugas dari dosen, anda pasti akan mencari hiburan setelah menyelesaikan tugas tersebut. Sebaliknya anda akan merasa bosan ketika anda tidak mempunyai tugas, maka anda akan mencari kesibukan untuk menghilangkan kejenuhan anda.